Islam Liberal, Menciptakan Kontradiksi Atas Nama Menghargai Pebedaan
27/9/2010
|
indo.hadhramaut.info
حجم الخط
Di antaranya adalah kemajmukan beragama dan berkeyakinan. Kita sebagai warga negara memang dituntut untuk dapat menghargai perbedaan tersebut. Akan tetapi, untuk menghargai sebuah perbedaan kita tidak harus membenarakan semua perbedaan yang ada, jika hal itu memang bertentangan dengan standar (mi'yar) keyakinan yang kita miliki. Dan adapun untuk menghargai perbedaan tersebut adalah tak lebih hanyalah bagaimana sikap kita ketika menyikapi perbedaan tersebut, yaitu dengan sikap bijaksana, bukan dengan merubah apa yang ada di dada kita. Karena sebuah keyakinan adalah ibarat sebuah takaran, yang apabila dilihat dari sisi hubungannya dengan yang lain maka memiliki dua fungsi. Pertama, fungsi ke dalam adalah untuk menjadi identitas bagi keyakinan itu sendiri. Dan kedua, fungsi ke luar adalah untuk menjadi alat pembeda dengan keyakinan yang lain. Sepeti keyakinan umat Islam tentang Tuhan. Menurut umat Islam, keyakinan yang benar adalah Tuhan itu hanya satu. Berarti hal ini berbeda dengan keyakinan yang lain yang menyatakan bahwa Tuhan itu terbagi tiga atau lebih.
Selain alasan tersebut, untuk mengormati pendapat orang lain, kita tidak harus menyetujui pendapatnya. Atau dengan kata lain kita bisa menghormati orang lain walaupun kita tidak menyetujui pendapatnya. Karena memang tidak ada korelasi mengikat(talazum) antara mengormati dan membenarkan. Untuk menilai benar tidaknya sesuatu, kita punya takaran sendiri. Begitupun untuk menghormati pendapat yang lain, kita punya pertimbangan sendiri.
Akhir-akhir ini, para pemikir Islam Liberal lewat faham pluralisme agama-nya mecoba mengajak umat Islam untuk membenarkan semua perbedaan keyakinan dengan atas nama menghargai perbedaan keyakinan. Walupun sebenarnya mereka tahu bahwa di antara keyakinan-keyakinan tersebut sebenarnya terdapat sebuah kontradiksi, sehingga tidak mungkin untuk bisa benar secara bersamaan.
Jika kita pelajari, cara seperti ini sebenarnya malah bertentangan dengan tujuan mereka sendiri. Karena dengan membenarkan semua keyakinan yang saling bebeda-beda dan kontradiksi tersebut, hal ini malah menghilangkan perbedaan yang ada, karena semua keyakinan telah mereka leburkan menjadi satu, yaitu sama-sama meyakini semuanya benar. Jika semua telah sama, lalu perbedaan apa yang harus mereka hargai, jika perbedaannya sudah tidak ada? Selain keyakinan tersebut lebur menjadi satu, keyakinan tersebut menjadi sama-sama tidak jelas dan kabur, kerena batasan-batasan antar keyakinan sudah tidak jelas, dan akal siapapun tidak ada yang mampu meyatukan sebuah kontradiksi untuk dikatakan semuanya benar secara bersamaan.
Dogma-Dogma Kontradiksi Kaum Islam Liberal
Adanya kontradiksi antar keyakinan sebenarnya telah disadari oleh para pemikir liberal. Oleh karena itu, mereka mencoba mengeluarkan dogma-dogma tentang kebenaran, sebagai upaya pelarian mereka dari ketidak sanggupan mereka untuk menjelaskan secara rasional bahwa kontradiksi tersebut bisa benar secara bersamaan. Tetapi, di sisi lain mereka tetap ingin membenarkan semua keyakinan tersebut. Lagi- lagi agar meraka dikatakan menghargai perbedaan. Dogma-dogma yang sekarang telah mereka keluarkan adalah:
Partama, mereka mengatakan kebenaran adalah relatif, karena mereka tak ingin setiap umat beragama memastikan bahwa keyakinan agamanya adalah yang paling benar dan yang lain salah, sehingga jika mereka menemukan kontradiksi di antara dua keyakinan maka mereka tidak mau memberi keputusan, walau untuk diri sendiri, mana yang benar dan mana yang salah diantara dua keyakinan tersebut, karena keduanya telah sama-sama direlatifkan.
Kedua, mereka mengatakan soal kebenaran yang tahu hanya Tuhan, tujuan mereka tak jauh beda dengan tujuan mereka ketika mereka mengeluarkan dogma kebenaran adalah relatif, yaitu umat beragama, menurut mereka, sama-sama tidak punya hak untuk memastikan mana yang paling benar dan mana yang salah.
Ketiga , ada sorang pemikir Islam Liberal meyatakan bahwa kebenaran itu banyak, karena menurutnya setiap kebenaran punya takaran sendiri-sendiri. Jika kita pelajari, dogma baru mereka ini keluar tak lain halnya adalah juga sebagai upaya pelarian mereka dari relitas kontradiksi yang ada di antara berbagai keyakinan dengan cara membenarkan semua keyakinan tersebut. Selain itu, agar kita umat Islam melupakan realitas keberagaman kondisi kitab suci umat beragama, yang dalam hal ini sebagai sumber takaran kebenaran setiap keyakinan, ada yang sudah tidak asli lagi, ada yang hasil olah tangan manusia dan juga memang ada yang masih asli dari Rasul. Selain itu, agar kita juga tidak mebeda-bedakan antara keyakinan hasil spekulasi filosofis manusia dengan keyakinan yang bersumber dari wahyu Tuhan.
Pernyataan kebenaran adalah banyak, karena setiap kebenaran mempunyai takaran sendiri-sendiri adalah penyataan problematik. Apakah hanya dengan mempunyai takaran maka setiap orang yang mendakwakan kebenaran maka akan dengan sendirinya diterima sebagai sebuah kebenaran?. dan tidak berusaha berfikir kritis bahwa kemungkinan malah takarannya yang salah atau bermasalah, yang akhirnya berkonsekuensi pada hasil takarnnya yang ikut menjadi salah. Oleh karena itu, kesalahan pada takaran malah lebih berbahaya karena bisa membawa pada kesalahan yang lebih luas. Jika kaum Islam Liberal tetap memaksakan diri untuk membenarkan setiap takaran kebenaran, tanpa mau berpikir kritis, maka anak kecil yang belum sekolah dan mengaji dan berkata tentang kebenaran maka mau-tak mau harus mereka benarkan. Karena anak kecilpun punya takaran sendiri?!
Wallahu a'lam bisshowab.
Oleh: Zarnuzi Ghufron, mahasiswa tingkat IV Fakultas Syari'ah wa Qonun Univesitas al-Ahgaff, Hadramaut, Yaman.
اقرأ أيضا